resensi buku: 99 Cahaya di langit Eropa

Posted on

99 Cahaya di Langit Eropa

Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

 

Sulit mengatakan bahwa buku setebal 392 halaman (diluar lampiran2 dan halaman photo) ini sebuah novel, meskipun di sampul buku cetakan Kompas Gramedia ini tertulis Nasional Best Seller, Novel Islami. Kenapa sulit mengatakan ini sebuah novel? Karena seluruh catatan perjalanan dua orang penulis selama berada di benua eropa selama tiga tahun, merupakan tulisan yang sangat sarat sejarah bagaimana Islam sangat berjaya di Eropa di masa abad pertengahan, padahal masa itu, di eropa dikenal dengan masa kegelapan. Informasi yang detil tentang bagaimana peradaban islam di masa lalu, menjadi topik penting dari buku ini.

Ketertarikan para “turis” untuk mendatangi benua eropa, biasanya karena Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion sepak bola San Siro, Colosseum Roma atau malah gondola romantis  di sepanjang Venezia. Ditangan Hanum dan Rangga, Benua Eropa adalah sebuah jejak sejarah peradaban Islam yang sangat terkenal, yang tidak mendikotomikan agama di bawah ilmu pengetahuan. Agama dan Ilmu pengetahuan adalah kawan seiring seperjalanan dengan Al-Qur’an sebagai referensi utamanya. Di dalam Museum Louvre Paris Perancis, terdapat sebuah bangunan Section Islamic Art Gallery, yang menandakan bahwa pemerintah Perancis begitu menghargai karya-karya seni dari para tokoh Islam masa lalu. Dengan mudahnya kita memahami, siapa itu Picasso, Rodin ataupun Van Gogh (hal 150); tapi kenalkah kita dengan Pyxis Al-Mughira peninggalan Madinat Al Zahra, Stucco panel kaligrafi dari jaman Ibn Tulun? Pahamkah kita umat Islam bahwa terdapat Celestial Sphere by Yunus Ibn Al Husayn Al Asturlabi (1145) berupa peta antariksa ilmu falak yang dikembangkan ilmuwan Islam pada abad ke 12?

Peradaban Islam yang begitu maju di masa lalu di Eropa, diawali dengan kecintaan yang luarbiasa pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya. Dari quote ini, kita bisa melihat, bagaimana peradaban Islam saat ini. Kecintaan pada ilmu pengetahuan tidak lagi membuncah. Minimalisasi cinta ilmu pengetahuan ini bisa jadi karena kurangnya Iqra’, membaca. Dari sinilah kita mengetahui bahwa, esensi sejarah bukanlah hanya siapa yang menang dan siapa yang kalah. Lebih dari itu: siapa yang lebih cepat belajar dari kemenangan dan kekalahan”. Karena barang siapa melupakan sejarah, dia pasti akan mengulanginya (hal 4). Lihatlah bagaimana ilmuwan Islam menemukan teknologi lensa sehingga tercipta kamera yang kita gunakan saat ini? Bukankah dasar-dasar Algoritma, Aljabar, Trigonometri juga diperkenalkan oleh ilmuwan Islam? Tanpa cabang ilmu-ilmu hitung tersebut, Neil Amstrong tidak akan pernah menjejakkan kakinya ke bulan (hal 152)

Averroes (Ibnu Rushd) dikenal sebagai bapak renaissance Eropa mengatakan bahwa kewajiban manusia hidup di dunia adalah untuk berfikir. Misteri peradaban Islam yang pernah mencoba mencapai seluruh sudut Eropa. Inilah bagian yang menjadi daya tarik novel ini, dan membuat rasa ingin tahu lebih banyak lagi untuk menyingkap misteri tersebut. Bagaimana akhir hidup Napoleon Bonaparte? Apakah sebagai seorang muslim kah? Bagaimana Mozart banyak menulis lagu bertema Alla Turca yang terinspirasi kedisiplinan militer Janissari Turki jaman dulu? Bagaimana dengan bunga Tulip? Dan banyak misteri lainnya yang tersaji dengan bahasa yang mudah dicerna, dan mendorong kita untuk segera tahu, bagaimana kelanjutan kisah di negara2 lainnya.

Menyelesaikan membaca buku ini hingga lembar terakhir, menguatkan kita sebagai seorang muslim. Bahwa (1) di belahan bumi manapun, menegakkan aqidah keislaman kita, berarti kita bersiap untuk menjadi “agen muslim sejati” yaitu sebagai muslim yang membawa rahmat bagi sekelilingnya, rahmatan lil alamin; (2) kebangkitan peradaban Islam adalah saat umat Islam kembali pada Al-Qur’an yang tidak sekedar dibaca, tetapi juga di pelajari dan diteliti detil artinya sesuai dengan bidang keilmuan kita. Menumbuhkan (kembali) kecintaan umat Islam pada Al-Qur’an, akan menjadi dasar kembali bersinarnya peradaban Islam seperti beberapa ribu tahun silam.

Leave a comment